Senin, Januari 07, 2013

Pemenuhan nafkah batin, antara istri dan suami

Pemenuhan nafkah batin terkadang menjadi perdebatan antara suami dan istri. Karena pada saat-saat tertentu pemenuhan kebutuhan tersebut terkadang menjadi sulit, entah dengan alasan sedang capek, gak mut, banyak pikiran dan alasan lainnya. Suami dan istripun menjadi saling menyalahkan dan inginnya diri sendiri yang mau dimengerti.

Mungkin artikel dari seks-islam.blogspot.com berikut dapat menjadi rujukan ketentuan yang benar menurut syariat islam. Semoga bermanfaat. 

ahmad-roni.blogspot.com


Kewajiban Istri Terhadap Suami

Pertama-tama dikaji dulu kewajiban istri terhadap hasrat suaminya, yang dinyatakan secara jelas dalam beberapa hadis:

Sabda Rasulullah SAW,
Apabila seorang suami mengajak istri ke tempat tidur (untuk berjima’), dan istri menolak (sehingga membuat suaminya murka), maka si istri akan dilaknat oleh malaikat hingga (waktu) subuh.” (Diriwayatkan Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i, ad-Darimi dan al-Baihaqi, dari Abu Hurairah ra)
Dalam haditsnya yang lain Rasulullah bersabda,
Demi Allah, yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seorang wanita tidak akan bisa menunaikan hak Allah sebelum ia menunaikan hak suaminya. Andaikan suami meminta dirinya padahal ia sedang berada di atas punggung unta, maka ia (istri) tetap tidak boleh menolak.” (Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hibban dari Abdullah bin Abi Aufa ra)

Kesimpulan: seorang istri wajib memenuhi hasrat suaminya melebihi kewajibannya yang lain kecuali tentunya perkara fardhu ain.

Kewajiban Suami Terhadap Istri

Ada beberapa ayat/hadis yang menunjukkan bahwa suami itu adalah pemimpin dalam keluarganya, yang tentu saja perlu memenuhi keperluan-keperluan istrinya termasuk dalam perkara hubungan suami istri.

Dari Sulaiman bin Amr bin Al Ahwash berkata;
Telah menceritakan kepadaku Bapakku bahwa dia melaksanakan haji wada' bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau bertahmid dan memuji Allah, beliau memberi pengingatan dan nasehat. Beliau menuturkan cerita dalam haditsnya, lantas bersabda: "Ketahuilah, berbuat baiklah terhadap wanita, karena mereka adalah tawanan kalian. Kalian tidak berhak atas mereka lebih dari itu, kecuali jika mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Jika mereka melakukannya, jauhilah mereka di tempat tidur dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Jika kemudian mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Ketahuilah; kalian memiliki hak atas istri kalian dan istri kalian memiliki hak atas kalian. Hak kalian atas istri kalian ialah dia tidak boleh memasukkan orang yang kalian benci ke tempat tidur kalian. Tidak boleh memasukan seseorang yang kalian benci ke dalam rumah kalian. Ketahuilah; hak istri kalian atas kalian ialah kalian berbuat baik kepada mereka dalam (memberikan) pakaian dan makanan (kepada) mereka." (H.R. At-Tirmidzi) 
Dalam hadis tersebut disebut beberapa hal:

  • Berbuat baiklah terhadap wanita (istri). Kebaikan suami pada istrinya tentunya adalah termasuk dalam memenuhi hasrat istri
  • Tentang 'janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya', maksudnya seorang suami jangan menyusahkan istrinya yang sudah taat kepadanya. Salah satu kesusahan istri adalah hasratnya yang belum tertunaikan.
Dari hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa berbuat baik pada istri adalah perbuatan yang utama, termasuk di dalamnya memenuhi kebutuhan batin sang istri.


Perbandingan kewajiban suami & istri dalam memenuhi hasrat pasangannya:

Secara ringkas, seorang istri memenuhi keinginan suaminya sebagai seorang pengikut yang taat kepada suaminya, sedangkan seorang suami memenuhi keperluan istrinya adalah dalam posisi sebagai seorang pemimpin yang bijaksana dan berkasih sayang.

Seorang istri dalam memenuhi hasrat suami, pertimbangannya relatif sederhana:
  • ketaatannya pada Allah terutama fardhu 'ain
  • ketaatannya pada suami
Jadi selama tidak bertentangan dengan perkara fardhu 'ain, seorang istri langsung menunaikan kewajibannya tersebut.

Sedangkan seorang suami dalam memenuhi hasrat istrinya, pertimbangannya lebih banyak:
  • ketaatannya pada Allah terutama fardhu 'ain
  • posisi sebagai pemimpin & pendidik keluarga
  • kewajibannya terhadap masyarakat terutama fardhu kifayah
Jadi dengan demikian seorang suami tidak dapat serta-merta memenuhi hasrat istrinya, karena ada pertimbangan lain. Misalkan sang suami ada kewajiban di luar rumah yang mendesak dalam perkara fardhu kifayah, sehingga tidak dapat segera mengurus istrinya. Dapat juga terjadi istri perlu dididik dengan didiamkan dulu sementara jika ada masalah syariat yang perlu diselesaikan dengan cara didiamkan.

Ringkasan

  • Bagi istri: wajib segera memenuhi kebutuhan fitrah suaminya.
  • Bagi suami: dalam kondisi ringan, yang terbaik bagi suami adalah untuk segera memenuhi kebutuhan fitrah istrinya tersebut.

1 komentar: