Jumat, September 16, 2016

Tentang MK yang ini

Si Miskin (M) dan Kaya atau yang punya Kuasa (K) seringnya tidak cocokan. Terkadang dengan beraninya berlindung di balik statusnya masing-masing untuk menang dalam beberapa kondisi. Si (K) lebih berani memenangkan konflik, karena merasa kaya dan kuasa punya segalanya. Si (M) juga kadang manja, yang menurutnya harus dilindungi, yang lain seharusnya mengalah, apalagi negara dengan Undang-Undang Dasar memuliakannya: fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.

Suatu saat di jalan raya:
Sopir angkot marah-marah, mobilnya ditabrak dari belakang oleh mobil seharga ratusan juta di belakangnya. Yang bawa yakin kalau tuh angkot mendadak ke kiri tapi gak ngesen. Rusaknya sangat tidak parah, tapi bentak-bentaknya dan minta ganti ruginya kelewat. Karena terburu-buru, sopir mobil tadi mengeluarkan beberapa uang lima puluh ribuan dan langsung tancap gas.

Di saat yang beda di jalan raya:
Sopir angkot habis dimaki dan dipukul oleh seseorang dengan tampilan perlente. Usut punya usut, ternyata mobil angkotnya nyerempet sedikit buanget tuh mobil yang dibawa si pemuda perlente. Bapak sopir angkot dengan wajah sendunya diem aja sambil megang pipinya yang memerah.

Suatu saat di Rumah Sakit Pemerintah:
Diujung ruang bangsal penyakit dalam. Ramai keluarga pasien riuh berkeluh kesah. Pasien dengan jaminan KK (Kartu Keluarga) dan KTP (Kartu Tanda Penduduk). Merasa dibedakan pelayanan. Ribut kepada perawat yang katanya sering tidak cepat tanggap. Gak sabar dengan penyakitnya, kok gak sembuh-sembuh. Ada yang tercetus, lapor aja ke anggota dewan, kan mereka wakil kita. Sampai dokter yang meriksa pun tak luput dari bentakan keluarga pasien.

Di saat yang beda di Rumah Sakit Pemerintah:
Dokter satu ini begitu bersih dan wanginya. Bukan karena ia higienis, tetapi jari-jari lentiknya yang "alergi" nyentuh borok atau nanah. Gatel hidungnya nyium aroma keringat pasien yang satu ruang bisa dua puluh orang. Nih dokter cuma senyum di awal pertemuan, lalu tekuk muka dua puluh satu jika terus ngeliat pasien ini lagi, ini lagi, busuk lagi, busuk lagi. Pengennya cepet pulang atau cari dokter lain.

Suatu saat di kota yang ramai gak pernah sepi:
Ratusan orang angkat tangan mengepal, nada suaranya tinggi, menuntut sesuatu. Terkabar bahwa bangunan gubuk yang mereka tinggali puluhan tahun akan diratakan dengan tanah. Mereka pada gak punya KTP, ada yang punya juga tetapi tidak berdomisili di wilayah itu. Dalihnya mereka tidak menetap lama di daerah tersebut (tetapi sudah puluhan tahun, wkwk). Mereka berkoar meminta ganti rugi yang sesuai, tempat tinggal baru yang layak dan gratis. Ukuran minimal 10 x 12 meter. Kamar mandi dua. Air berlimpah dan lingkungan yang asri. Karena jadinya jauh dari tempat usaha, maka sekalian kasih kerja atau jaminan kebutuhan hidup.

Di saat yang beda di kota yang ramai gak pernah sepi:
Diskusi hangat penuh persahabatanditemani rokok dan minuman. Terkapar gadget dan berkas. Kertas putih bergambar banyak jalan dan pepohonan, mengitari bangunan tinggi 24 tingkat. Ini investasi katanya, pertumbuhan ekonomi akan meningkat, masyarakatpun akan ikut sejahtera. Pasti ada penggusuran dan realokasi, maka itu adalah pengorbanan.

Suatu saat di sebuah rumah bercahaya remang:
Asyiknya jongkok di kursi kayu, ngepus asap rokok keluar masuk. Bapak muda. Istrinya ngorok habis neteki anaknya yang tidur terlengtang di sampingnya. Di ruang yang putih asap menari penuh cerita. Cerita tentang mimpi, angan-angan dan harapan. Tentang kerjaan tetap yang tidak kunjung datang. Anak masih kecil males ngurusnya, tapi pengen, buat lagi. Tentang kebon di kampung, yang enaknya ditanemin apa. Pulang juga belum tentu kaya, malu sudah pasti. Pikirnya enak di sini, jalan-jalan dikit sudah dapet 50 ribu.

Di saat yang beda di sebuah rumah bercahaya remang:
Anak manusia asyik sendiri. Melukis mimpi, menyulut kembang api warna-warni. Beberapa kenangan indah datang dan pergi. Bayangan wajah kekasih elok berseri, berkeliling mengitari kamar. Pemuda tajir tiga puluhan, lelah bekerja seharian. Sebelum sampai ke rumah menukar beberapa lembar ratusan ribu dengan serbuk putih dibungkus plastik. Beruntung si pengemis sigap miminta uang kembaliannya, 50 ribu.  
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar