Rabu, April 17, 2013

Barang baru

Suatu pagi yang cerah, 
di hari minggu pada bulan yang basah. 
Di sebuah rumah mewah, 
di kawasan perumahan elite ibu kota.

Gesit tangan Partiyem mengolah hidangan. 
Mulai dari kue kering untuk di dalam toples, makanan di piring-piring kecil, hingga minuman ringan.

Semua itu mudah bagi Partiyem. 
Ia dapat memasak makanan kota sampai sekedar tempe bacem. 
Saking mahirnya ia dapat beratraksi sambil merem. 
Ia lakukan dengan tenang dan tetap kalem. 
Hebat Partiyem.

Ia sudah delapan tahun menjabat pembantu rumah tangga di rumah Nyonya Ningsih. 
Janda cantik beranak satu berkulit putih. 
Partiyem kerasan tinggal di sini, 
karena apa yang diminta Partiyem, seringnya dikasih. 
Tetapi wajar saja, karena Partiyem orangnya rajin sehingga rumah selalu terlihat bersih.

Selesai. Sumringah Partiyem melakukan atraksi. 
Dengan sigap dan santai ia berlenggok berjalan menuju sebuah meja panjang yang hampir penuh berisi perhiasan dan tentu bukan imitasi. 
Iapun langsung mempersilakan dengan sedikit basa-basi.

Arisan perhiasan menjadi agenda rutin lima ibu muda ini. 
Para wanita karir yang memiliki usaha yang mumpuni. 
Bagi mereka harta adalah istimewa. 
Status keluarga tidaklah masalah. 
Suami bisa disewa, yang penting bahagia, tidak perlu yang setia.

Sekarang acaranya sudah bebas, 
setelah tadi arisan didapat oleh Jeng Paras.

Wanita berambut warna emas sebahu memulai wacana, 
menyombongkan barang barunya yang dapat membuat terpana.

“Aduh, Jeng..., bodinya mulus, mesinnya masih bagus, waktu itu gue dapetin di Lebak Bulus, pokoknya maknyus...,”
“Lah, yang lama, Jeng..., sudah dihapus?”
“Ah, yang lama bosen, itu juga gue dapetin seken”

“Ih, Jeng Mira, yang dapet di Lebak bulus diumbar, mending eke, bodinya yang lebar, kalo sudah dibuat duduk, bikin konsentrasi buyar, trus kalo sudah tuas persnelingnya diputar, bikin jantung berdebar,”

“Ha ha ha..., Jeng Shinta, mobil balap ukuran jumbo, ya? Kalo saya, sih, wajar dimiliki yang kaya kaya’ saya. Habis yang dulu sudah gak ada daya, jadinya banyak makan biaya. Lah, kalo yang sekarang, saya punya kuda troya, pokoknya bisa dibuat beragam gaya,”

“Kalo Jeng Ningsih, gimana, nih, sudah dapet yang baru, belum?” tanya wanita yang tadi baru dapet, dengan senyum dikulum.
“Kalo saya, sih, maklum, lah wong yang kemarin aja masih ranum,”sambil senyum.

“Waduh, Jeng..., kalau saya, gak sembarang cari yang baru, pokoknya gak mau terburu-buru,”
“Saya maunya barang yang sempurna, yang bisa untuk segala suasana,”
“Soalnya bercermin dari barang lama, karena sudah kepala lima, trus jadi gak bisa tahan lama, dipaksain..., eh, malah koma,” celoteh pemilik rumah, sambil ngemil kurma.

Partiyem yang sedari tadi nguping di ruang samping jadi pusing. 
Maklum, Partiyem orang kampung yang dulu hanya makan kangkung. 
Mana tahu ia model mobil baru yang baru dibahas begitu seru di ruang tamu bercat biru.

Zaman sudah semakin canggih, sudah banyak ragam mobil dengan kemampuan tinggi, mampu dibeli. 
Dari yang umurnya matang, sampai yang masih bujang. 
Dari yang lokal, sampai internasional.

Kamis, April 11, 2013

Perjalananku kali ini

Ada beberapa faktor hingga keputusan untuk menempuh perjalanan dengan mengendarai motor kuambil. Begitu juga untuk kali ini. Aku harus yakin tanpa ragu, berbekal doa dan percaya diri, kuberangkat. Alhamdulillah, perjalanan pulang pergi kulalui bisa dikatakan lancar, hanya malam dan hujan hingga perjalanan memakan waktu lebih lama setengah sampai satu jam dari waktu normal.

Ada beberapa pelajaran yang kuambil dari perjalananku numpak motor :
1.      Jangan ragu untuk menentukan pilihan. Dalam hal ini pilihan antara naik motor atau mobil. Karena dengan yakin, kita dapat berkendara dengan percaya diri, boleh ngebut tetapi tetap berhati-hati. Jadinya kita lebih berkonsentrasi, karena tidak ada keraguan yang merusaknya. Perjalanan dapat enjoy walau dengan kecepatan tinggi. Dengan yakin, kita bisa lebih prepare, lalu pasrah berserah kepada yang Kuasa.
2.    Kesimpulan atas pandangan mata tidaklah akurat. Karena kemampuan mata kita untuk melihat lalu menilai sesuatu sangat terbatas. Pernyataan tersebut bercermin dari pengalamanku memperkirakan cuaca. Sebelum melaju, di langit nun jauh di sana, ke arah tujuanku, kulihat tiada mendung, cerah. Rupanya aku cukup beruntung, benakku menduga perjalananku akan lancar. Tetapi setelah satu jam lebih perjalanan, tetes-tetes hujan mulai menabrak lajuku dan warna langit mengarah tujuanku, gelap. Setengah jam kemudian tumpah ruah hujan turun. Langit kini rata warnanya, putih keabu-abuan. Kembali dangkal pandanganku mencerna. Wah.., hujan bakal rata dan lama! Benar saja, hujan derasnya lama, tetapi tidak pake’ rata. Karena lebih kurang satu setengah jam menanti reda, aku putuskan untuk menerobos ramai guyur hujan. Sekitar lima menit berlalu..., e latalah, di sini tidak hujan rupanya. Lagi-lagi mataku tertipu. Aku berkesimpulan, sungguh Engkau Maha Besar, ukuran bumi saja mataku tak bisa menjangkaunya, jauh dari alam semesta ini. Dan yang ke-
3.     Begitu sempurnanya Engkau ciptakan tubuh ini. Selama beberapa jam, bola mataku bebas menyentuh debu, binatang-binatang kecil yang beterbangan, air hujan dan hembusan angin kencang, tetapi alhamdulillah masih berfungsi dengan baik, tetap dapat kugunakan dengan normal. Lantas kemana debu dan benda-benda asing lain yang singgah di mataku? Rupanya mata memiliki selaput bening dan air mata yang melindungi dari kotoran yang masuk. Lama-kelamaan kotoran tadi mengumpul di sisi pinggir mata, kiri, kanan atau bawah mata. Maaf kalau kusedikit jorok menggambarkannya. Kotoran tadi mengumpul bersama dengan tahi mata atau belek. Warnanya masih sama, dominan hitam dan dengan mudah dapat kita ambil sendiri dengan cutton bud atau sapu tangan. Coba kalau mata kita buatan manusia. Cak pempek yang diadon oleh wong Palembang misalnyo. Dak bepeker duo kali, langsung kucocok pake’ gerpu, trus kuembat, cacam cacam..., lemaknyo.., he..he...he...

Terakhir, selalu berdoa kepada Allah agar diberikan kelancaran dan kemudahan, diberikan perlindungan dan terhindar dari bala’ dan marabahaya untuk kita dan keluarga yang kita tinggalkan. Tetaplah leksanakan shalat, jika telah masuk waktunya hanya lima belas menit berhenti sejenak, sekalian beristirahat.

Lalu terakhir sekali. Jangan sombong. Menyalip, ngebut, bukan untuk hebat-hebatan dan bukan kita yang paling kencang larinya. Kita menyalip memang kita tepat waktunya untuk menyalip. Jadi kembali ke tujuan awal. Kita ngebut dan menyalip memang kita perlu itu dan waktunya pas. Sehingga laju motor kita masih terarah. Boleh cepat asal selamat, opo to...