Senin, Agustus 08, 2011

Shalat lebay-antara saya dan si masjid


Air susu dibalas dengan air tuba, mungkin pas juga untuk menggambarkan balas budi antara Tuhan dengan hambanya. Karena begitu banyak nikmat yang didapat oleh hambanya, tetapi tidak diikuti dengan yang seharusnya kita perbuat untuk Si pemberi nikmat tersebut, malah yang membuatnya murka itu yang kita lakukan.

Pada waktu itu, sedih dan ingin senyum di hati. Ingin langsung saya tulis, tetapi belum ada kesempatan. Maaf, kalau saya berungkap dengan bahasa saya yang mungkin agak kurang lazim.

Alhamdulillah, saya dan keluarga masih diberi kesempatan menambah amal ibadah dengan melalui Ramadhan tahun ini. Taraweh pertama, saya beserta kedua anak saya di masjid lingkungan rumah tempat tinggal saya. Sebelumnya sudah lama ada dibenak saya, masjid kali ini berseri kembali, mungkin tidak untuk sebelas bulan sebelumnya. Ramadhan selalu dinantikannya. Ia bangga akan penghargaan yang diperbuat oleh umat Muhammad khusus bulan ini, tetapi entah apakah dilakukan murni untuk mencari ridha Allah, si masjid menyanksikan itu. Mungkin karena ada sesuatu yang berlebih pada awal setiap ramadhan. Bapak dengan membawa anak laki-lakinya ikut taraweh ke masjid, begitu pula muda-mudi ramai berkunjung, ibu-ibu tidak mau ketinggalan. Sungguh begitu banyak wajah-wajah asing di ruanganku kini, si masjid membatin. Mataku pun hampir silau dengan pakaian baru, bersih dan wangi yang dikenakan mereka. Tetapi tidakkah pakaian itu juga yang seharusnya dikenakan di setiap shalatnya? Tetapi saya rasa tidak, karena aroma tokonya masih menyengat.

Pada saat mulai sakralnya shalat didirikan, saya menjadi agak geli, gerakan-gerakan shalat dilakukan sedikit aneh dan berlebih. Bacaan shalat juga dibuat sedikit nyaring dan terlihat khusuk. Batin saya bergumam, ada yang lebay di rumah-Mu, Allah. Selalu setiap awal ramadhan, taraweh di masjid mengalahkan jumlah sab shalat jumat. Senyum gembira menggurat di wajah penghuni masjid. Alunan ayat-Mu masih terdengar nyaring dan menggema. Tetapi untuk selanjutnya, mata saya menjadi basah, mungkin belum juga masuk sepuluh hari terakhir. Suasana masjid kembali pada nasibnya, sepi dan sunyi. Hanya segelintir orang yang tetap menikmati ibadah wajib di masjid. Wajar saja kalau si masjid berharap andai saja setiap bulan adalah ramadhan, tetapi tentunya itu bukan harapan banyak hamba-Mu. Taraweh ini saja banyak dari mereka yang mengeluh, terlalu lama lah, panjang doanya, ada kultumnya... Coba bandingkan dengan waktu mereka di luar masjid? Pasar, ngobrol kosong, jalan-jalan, nonton tv, main PS, baca novel.

Saya bersyukur, masih dapat menikmati ibadah ramadhan kali ini dengan variasi lebaynya. Bagaimana juga nasib si masjid kalau tanpa ramadhan? Tetapi hanya Allah yang tahu isi hati setiap hamba-Nya. Sungguh Allah, hindarkan kami dari hamba-Mu yang lebay, jadikan kami manusia yang ikhlas beribadah, menjalankan kewajiban sebagai umat muslim yang taat dan hanya untuk mendapatkan ridha-Mu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar