Selasa, Februari 28, 2012

Begitu enaknya korupsi di negeri ini...

Semakin lama kasihan juga dengan nasib Indonesia. Yang kosupsilah, kepentingan partailah, nanti ujung-ujungnya, sumpek juga tinggal di "rumah" sendiri, kemudian dijual ke orang lain.

Saya rasa kalau dana negara tidak dikorupsi, gak afdol rasanya, seperti makan nasi tanpa sambal. Dan memang seperti itulah lazimnya. Alangkah kayanya negara kita, karena untuk melakukan belanja negara, dianggarkan dana yang besar atau lebih dari cukup. Misalkan untuk membeli satu unit komputer PC, cukuplah dana sekitar 7 atau 8 juta, tetapi dana yang tersedia adalah 15 juta. Ada dua kemungkinan yang terjadi, pertama : direncanakan pengadaan satu unit komputer PC, maka dilakukan pembelian satu unit komputer PC seharga 8 juta dan sisanya 7 juta untuk dikorupsi. Yang penting pengadaan komputer terlaksana dan dananya cukup. Kedua : dilakukan pembelian komputer PC yang memang harganya 15 juta, tetapi boros juga hanya untuk satu unit komputer PC dianggarkan dana sampai 15 juta. 

Itu hanya contoh kecil, tetapi saya berfikir, seseorang sulit untuk berhemat jika uangnya ada. Jika seorang anak diberi uang oleh ayahnya senilai 50 ribu rupiah untuk jajan selama satu minggu, maka uang senilai 50 ribu rupiah tersebut akan habis selama satu minggu, diberi 100 ribu rupiah pun akan habis. Bagaimana kalau jadwal pemberian uang jajan dilakukan per hari, atau untuk kebutuhan yang sifatnya tidak rutin, diberi kalau ada permintaan dari anak tersebut. Karena sepatu sekolah sudah rusak, maka si anak tersebut meminta uang untuk membeli sepatu yang baru. Pemberian uang pun disesuaikan dengan spesifikasi sepatunya, harga murah, sedang atau mahal. Mungkin akan lebih baik, kalau sang ayah langsung membelikan anaknya sepatu sesuai spesifikasi dari anaknya, atau pembelian sepatu dilakukan bersama ayah dan anak. 

Begitu juga sistem perencanaan dan penganggaran pemenuhan kebutuhan belanja negara. Masing-masing pengguna dana harus dapat merencanakan penggunaan dana sesuai kebutuhan dan dana baru diberikan untuk kebutuhan yang diminta dan sesuai spesifikasinya. Misalkan untuk membangun sebuah gedung yang memang dirasa perlu, maka pihak yang akan membangun tersebut (disebut pihak 1) sebelumnya menyampaikan rencana anggaran belanja (RAB) kepada pihak yang melakukan pengelolaan dana negara (disebut pihak 2). Lalu pihak 2 melakukan survei dalam hal kebutuhan gedung tersebut, apakah memang dirasa perlu selanjutnya dilakukan penelitian terhadap RAB, terutama dalam hal kewajaran dan spesifikasinya (ukuran, bentuk dan lainnya), baru diberikan pencairan dana. Setelah dilakukan pembangunan gedung oleh pihak 1, pihak 1 memberikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana, yaitu dana yang tersedia, pemakaian, dan sisa (jika ada). Setelah itu, pihak 2 melakukan pengecekan fisik dan sebagainya untuk meyakinkan kebenaran laporan pertanggungjawaban dari pihak 1 tadi. Atau untuk lebih amannya, yang melaksanakan pengadaan belanja langsung dari pihak 2 setelah dilakukan survei, jadi pihak 1 hanya memberikan RAB.

Pada prinsipnya, ada kejelasan barang apa yang akan dibeli, yang memang diperlukan dan ada laporan pertanggungjawabannya. Setelah pekerjaan belanja selesai langsung dilakukan pengecekan. Pihak 2 memberikan laporan ke lembaga penegak hukum, baik ada atau tidak adanya kecurangan di dalam proses penggunaan dana tersebut.

Begitu mudahnya pencairan dan penggunaan dana negara mengakibatkan tindakan korupsi semakin marak, pengawasanpun kurang. Dalam satu tahun masing-masing pengguna dana diberi persediaan dana yang ada di dalam DIPA misalnya. Ya, dananya ada, kenapa harus tidak dipakai, tidak dihabiskan, dengan boros boleh, dengan spesifikasi barang yang tinggi bisa, yang penting dananya ada. Dimarkup sudah biasa, siapa juga yang melakukan pengawasan.

Jadi kalau memang pengguna dana sudah tidak ada yang bisa dipercaya, tidak ada jalan lain selain dilakukan proses belanja bersama atau langsung dipenuhi oleh sang penguasa dana. Tetapi jangan pula, dikorupsi lagi oleh penyedia dana tersebut, nyerah deh...

"tulisan di atas, jelas membahas korupsi bukan gratifikasi apalagi pelanggaran kode etik."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar