Kamis, April 16, 2009

Tetap Istiqomah Guruku...


Alhamdulillah sejak masuk sekolah sampai sekarang - anakku yang pertama sudah 3 tahun sedangkan yang kedua 1 tahun-banyak kemajuan, baik dalam hal spiritual keagamaan maupun ilmu formal. Doa sehari-hari selalu mereka ucapkan. Sebelum dan sesudah makan, sebelum tidur, naik kendaraan, keluar rumah, doa wudhu dan lainnya. Begitu juga dengan hadits dan hafalan surat pendek. Belum lagi terkadang mereka dengan gembiranya menyanyikan lagu-lagu yang bernuansa islami.
Memang, kedua anakku terlihat perkembangan sikap dan sifatnya menuju ke arah pribadi yang muslimah yang seharusnya. Tutur katanya sopan, perilakunya terarah dan sepertinya mereka selalu berpandangan yang searah dengan ajaran Islam.
Kamipun sebagai orang tua tentu senang, karena begitulah seharusnya. Pada saat anak berada di sekolah, maka pelaksana pendidik ada di tangan guru sedangkan pada saat di rumah pendidikan pun jatuh ke tangan orang tua. Walaupun kuasa penuh ada pada orang tua. Guru hanya bersifat membantu mendidik anak ke materi yang mungkin lebih terarah, sesuai dengan kurikulum pelajaran untuk masing-masing tingkatannya.
Tetapi memang seharusnya ada perbedaan yang lebih baik antara sekolah umum dengan sekolah bernuansa agama (Islam), dalam kondisi normal tentunya. Tidak dipungkiri seperti telah saya bahas di atas banyak yang berbeda, apalagi untuk anak yang belum (tidak) sekolah.
Pada dasarnya kami percaya dengan metode pendidikan di sekolah tersebut, mengingat hasilnya juga nampak. Tetapi kalau menurut saya masih banyak jalan menuju pendidikan yang lebih baik. Karena mendidik bisa melalui panutan, yaitu segala sesuatu kita contohkan ke hal-hal yang baik (lebih ke pribadi). Dan ajaran, yaitu apa yang diperintahkan oleh guru untuk diikuti oleh anak didiknya, misalnya menulis, berhitung, berdoa, belajar sholat dan lainnya. Baik formal dan informal, ilmu dunia dan akhirat.
Seperti mengajarkan anak bersedekah, kunjungan ke panti asuhan, membahas fakir miskin, atau kata lain bagaimana kalau kita menjadi orang yang tidak mampu (miskin) atau tidak seberuntung kita. Kunjungan ke Panti Asuhan katakanlah, dengan masing-masing anak bersedekah lima ribu rupiah atau sukarela diberikan ke panti asuhan, kumpul bersama anak-anak panti asuhan, saya rasa anak sedikit banyaknya ikut merasakan atau paling tidak tahu siapa saja penghuni panti asuhan. Apa itu yatim atau piatu. Pernah terpikirkan dibenak kita bagaimana kalau kita bertukar takdir (kayak acara tv). Keberuntungan kita dibagi bersama mereka, kepapaan juga bisa ikut kita rasakan (agar lebih bersahaja/sederhana).
Atau kunjungan ke masjid, masing-masing anak memasukkan uang lima ribu rupiah atau sukarela ke kotak masjid yang uangnya digunakan untuk pembangunan masjid. Dikenalkan dimana posisi imam, apa itu mimbar, untuk apa beduk, bagaimana bentuknya, atau melihat dan mempelajari kaligrafi di masjid tersebut. Dengan harapan anak lebih mengenal masjid dalam arti yang sebenarnya.
Bagaimana dengan perpustakaan? Lima ribu rupiah masing-masing anak bisa dimanfaatkan untuk melengkapi koleksi perpustakaan. Apa gantinya? Tentu buku yang kita baca. Banyak yang bisa kita kembangkan dari hanya sekedar melihat saja gambarnya apalagi membacanya.
Kalau ada yang lebih baik, kenapa tidak kita lakukan? Atau kenapa kita memilih yang lain? Junjung tinggilah kepentingan kami di atas kepentingan lain ibu guruku, karena engkau masih sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Sungguh, umur kami sekarang sangat perlu nutrisi ajaran terbaikmu untuk menempuh jenjang yang lebih tinggi nantinya.
Tetaplah istiqomah guruku, jagalah terus kepercayaan kami...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar